PEMUNGUTAN PAJAK
1.1 PENGERTIAN
PAJAK
P
|
rof. Dr. Rochmat Soemitro SH, dalam dasar-dasar Hukum
Pajak dan Pajak Pendapatan merumuskan pajak adalah iuran kepada kas Negara
(pengalihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintahan) berdasarkan
undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (tegen
prestasi), yang langsung ditujukan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran
umum (Rochmat Soemitro:1991).
Definisi
diatas menyebutkan yang telah dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan
tentang cirri-ciri atau unsur pokok yang terdapat pada pengertian pajak yaitu:
1.
Pajak
dipungut berdasarkan undang-undang
2.
Pajak
dapat dipaksakan
3.
Diperuntukan
bagi keperluan pembiayaan pemerintah
4.
Tidak
dapat ditunjukannya kontraprestasi secara langsung
5.
Berfungsi
sebagai budgetair(Anggaran) dan regulerend
1.2
FUNGSI PAJAK
Pengertian fungsi dalam fungsi pajak
adalah pengertian fungsi sebagai kegunaan suatu hal. Maka fungsi pajak adalah
kegunaan pokok. Manfaat pokok pajak. Sebagai alat untuk menentukan politik
perekonomian, pajak memiliki kegunaan dan manfaat pokok dalam meningkatkan
kesejahteraan umum. Suatu Negara dipastikan berharap kesejahteraan ekonomi
masyarakatnya selalu meningkat.
1.2.1 Fungsi
Budgetair
Untuk
menjalankan tugas-tugas rutin Negara diperlukan biaya. Demikian juga dalam
rangka melaksanakan pembangunan nasional. Dalam menjalankan fungsinya tersebut
pemerintah membutuhkan dana yang besar akan dibiayai dengan penerimaan pajak.
Fungsi
budgetair merupakan fungsi utama pajak,atau fungsi fiscal yaitu dipergunakan
sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas Negara yang dilakukan
sistem pemungutan berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku.
1.2.2 Fungsi
Regulerend
Fungsi
Regulerend disebut juga fungsi mengatur, yaitu pajak merupakan alat kebijakan
pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Di samping usaha untuk memasukkan
uang untuk kegunaan kas Negara, pajak dimaksudkan pula sebagai usaha pemerintah
untuk ikut andil dalam hal mengatur dan bilamana perlu mengubah susunan
pendapatan dan kekayaan dalam sektor swasta.
1.3 ASAS
PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam pemungutan pajak didasarkan pada
asas-asas tertentu bagi fiskus sehingga dengan asas ini Negara member hak
kepada dirinya sendiri untuk memungut pajak dari penduduknya, yang pada
hakekatnya memungut dengan paksa (berdasarkan undang-undang) sebagian dari
harta yang dimiliki penduduknya, asas-asas tersebut adalah
1.Asas Domisili
Pengenaan
pajak tergantung pada tempat tinggal (domisili) Wajib Pajak. Wajib Pajak
tinggal di suatu Negara maka Negara itulah yang berhak mengenakan pajak atau
segala hal yang berhubungan dengan objek yang dimiliki Wajib Pajak yang menurut
undang-undang dikenakan pajak.
Wajib
pajak dalam negri maupun luar negri yang bertempat tinggal di Indonesia, maka
dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh baik dalam negeri
maupun luar negeri.
2.Asas Sumber
Cara
pemungutan pajak yang bergantung pada sumber dimana obyek pajak diperoleh.
Tergantung di Negara mana obyek pajak tersebut diperoleh. Jika di suatu Negara
terdapat suatu sumber penghasilan, Negara tersebut berhak memungut pajak tanpa
melihat wajib pajak itu bertempat tinggal. Baik Wajib Pajak Dalam Negeri maupun
Luar Negeri yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Contoh:
Tuan Smith warga Negara Amerika, tinggal di New York, memperoleh penghasilan
dari Indonesia berupa deviden dari penyertaan saham PT.Telkom Indonesia. Maka
atas penghasilan berupa deviden tersebut akan dikenakan pajak penghasilan oleh
Negara Indonesia.
3. Asas Kebangsaan
Cara
yang berdasarkan kebangsaaan menghubungkan pengenaan pajak dengan kebangsaan
dari suatu Negara. Asas kebangsaan atau asas nasional, adalah asas yang
menganut cara pemungutan pajak yang dihubungkan
dengan kebangsaan dari suatu Negara.
Menurut R. Santoso Brotodihardjo cara ini dipergunakan untuk menetapkan
pajak objektif. Contoh : Fiskus belanda selama perang dunia II pernah memungut
pajak pendapatan dari semua orang berkebangsaan Belanda,juga yang nertempat
tinggal di luar Belanda.
1.4 CARA
PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam hukum pajak dikenal tiga macam
yang memungut pajak atas suatu penghasilan atau kekayaan, yaitu yang dinamakan
sistem nyata, sistem fiktif dan sistem campuran. Sistem tersebut harus dengan
nyata-nyata disebutkan dalam undang-undang masing-masing pajak.
1.Sistem Fiktif
Sistem fiktif, bekerja dengan suatu
anggapan. Diterapkan pada ordonansi pajak. Pendapatan 1920. Peningkatan atau
penurunan pendapatan selama tahun takwin tidak dijadikan patokan. Memiliki
asumsi bahwa pendapatan yang diterima pada tanggal 1 januari adalah benar-benar
merupakan pendapatan yang fiktif atau dinilai berdasarkan pendapatan yang
salah.
2. Sistem Nyata (Rill)
Sistem nyata, mendasarkan pengenaan pajak pada
penghasilan sungguh-sungguh diperoleh dalam setiap tahun pajak. Berapa besarnya
penghasilan sesungguhnya akan diketahui pada akhir tahun. Maka pengenaan pajak
dengan cara ini merupakan suatu pungutan kemudian, barudikenakan menjadi dasar
penilaian untuk pengenaan pajak, pendapatan adalah dasar pengenaan pajak dan
bukan jumlah yang diperkirakan. Pajak pertambahan nilai dapat menggunakan
sistem nyata. Karena penyetoran pajak yang haraus berdasarkan jumlah PPN kurang
bayar yang menjadi kewajiban Pengusaha Kena Pajak di bulan berjalan.
Missal
pada bulan maret 2009 PPN yang dipungut oleh pihak supplier sebesar
Rp.2.000.000, sedangkan PPN yang Pak Amad pungut dari pelanggan sebesar
Rp.3.000.000. maka sesuai dengan sistem nyata pajak yang haraus disetorkan pak
Ahmad adalah sebesar selisih antara PPN keluaran dengan PPN masukan yaitu
Rp.1.000,000.
3. Sistem Campuran
Umumnya
mendasarkan pengenaan pajak atas kedua stelsel di atas, yaitu nyata dan fiktif.
Mula-mula mendasarkan pengenaan pajak atas suatu anggpan, bahwa penghasilan
seseorang dalam tahun pajak dianggap sama besarnya dengan penghasilan
sesungguhnya dalam tahun yang lalu. Missal selama tahun berjalan Wajib Pajak
telah melakukan penyetoran pajak sesuai dengan anggapan bahwa penghasilan kena
pajak tahun ini sama dengan tahun lalu. Kemudian pada akhir tahun berjalan
telah diketahui berapa jumlah pajak yang seharusnya dibayar, maka harus
dilakukan perhitungan atas PPh pasal 25 yang telah dibayar sebelumnya.
1.5 JENIS
PUNGUTAN DI INDONESIA
1 . Pajak
Pajak Negara adalah pajak yang pemungutannya dilakukan
pemerintah pusat. Jenis pajak yang dilakukan pemerintah pusat :
a. Pajak penghasilan
b. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan pajak penjualan atas barang Mewah
c. Pajak
Bumi dan Bangunan
d. Bea Materai
e. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan
f. Penerimaan Negara yang berasal dari
migas (Pajak dan Royalty).
Pajak
yang dipungut oleh pemerintah pusat ini bertujuan untuk memeratakan penghasilan
bagi pemerintah daerah di Indonesia. Bagi hasil pajak diperoleh dalam rangka
menjaga kelangsungan Negara kesatuan RI sebagai wujud keseimbangan penerimaan
antara pusat dan daerah atas pajak yang dipungut oleh pusat dan daerah atas
pajak yang dipungut oleh pusat yang sumbernya berada di daerah.
2. Pajak Daerah
Adalah
pungutan wajib atas orang pribadi atau badan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah tanpa kontraprestasi secara langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan
daerah. Salah satu pos penerimaan asli daerah (PAD) dalam APBD adalah pajak
daerah. Pemungutan pajak daerah oleh pemerintah daerah propinsi maupun
kabupaten/kota diatur oleh Undang-undang No.34 tahun 2000. Ruang lingkup pajak
daerah terbatas pada obyek yang belum dikenakan pajak pusat.
Pajak daerah tingkat I (propinsi):
·
Pajak
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
·
Bea
balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
·
Pajak
bahan bakar kendaraan bermotor
·
Pajak
pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan
Pajak daerah tingkat II:
·
Pajak
hotel dan restoran
·
Pajak
hiburan
·
Pajak
reklame
·
Pajak
penerangan jalan
·
Pajak
pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C
·
Pajak
parker.
3. Restribusi Daerah
Adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau badan.
Objek Retribusi terdiri dari :
·
Jasa
umum
·
Jasa
Usaha
·
Perijinan
tertentu.
Retribusi dibagi atas tiga golongan :
a.
Retribusi
jasa umum
1.
Retribusi
jasa umum bersifat bukan pajakdan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau
Retribusi Perizinan tertentu.
2.
Jasa
yang bersangkutan merupakan kewenangan Daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.
3.
Jasa
tersebut member manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan
membayar Retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum,
4.
Jasa
tersebut layak untuk Retribusi
5.
Retribusi
tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya.
6.
Retribusi
dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber
pendapatan Daerah yang potensial
b.
Retribusi
jasa Usaha
1.
Retribusi
Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi Jasa Umum atau
Retribusi Perizinan Tertentu
2.
Jasa
yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya
disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang
dimiliki/dikuasai Daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintahan
Daerah.
1.6 JUSTIFIKASI
PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam
pemungutan pajak terdapat justifikasi (pembenaran atau dasar), sehingga fiskus
berwenang untuk memungut pajak. Untuk mendapatkan justifikasi pemungutan pajak
maka dalam hukum pajak telah timbul beberapa teori yang termasuk dalam asas
pemungutan pajak menurut falsafah hukum yaitu pemungutan pajak harus dilakukan
berdasarkan asas keadilan,asas yuridis, asas ekonomis dan asas financial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar